12 Rojab, Kamis Malam Jum'at bersama JAMUNA memperingati HAUL SYEIKHINA MBAH HADI Girikusumo Bin Mbah Tohir bin Mbah Irsyad bin Mbah Shodik Jago. Wali Agung putra dari generasi Wali yg mendidik dan menurunkan generasi Wali / orang Sholeh juga. Dari Beliau ditebarkan benih-benih Islam yang Rahmah dan membumi oleh penerus kemursyidan Kholidiyyah Naqsabandiyah di Girikusumo Demak oleh Mbah Munif Zuhri, di Kudus oleh Mbah Arwani lalu putranya, di Klaten oleh Mbah Mansur lalu Mbah Salman Dahlawi daerah Popongan.
Mbah Muhibal atau Mbah Hadi Girikusumo merupakan sosok seorang yang religius, beliau memiliki peran yang amat besar dalam penyebaran agama islam di daerah Girikusumo. Sedangkan nama Girikusumo sendiri konon berasal dari kata giri dan kusumo,yang artinya gunung dan kembang.
Jadi, menurut istilah desa girikusumo adalah kembangnya gunung, cocok dengan istilahnya karena letak girikusumo memang berada di gunung ungaran, hal ini bisa diartikan bahwa girikusumo memang kembangnya gunung ungaran.
Mbah Hadi adalah sosok orang yang santun dan cerdas, beliau masih keturunan wali. Pada awalnya beliau dapat isyaroh untuk menyebar luaskan agama islam.
Suatu ketika pada tengah malam hari, Mbah Hadi mendapat petunjuk untuk membangun sebuah pusat pendidikan di tanah yang mirip dengan Mekah.
Suatu ketika pada tengah malam hari, Mbah Hadi mendapat petunjuk untuk membangun sebuah pusat pendidikan di tanah yang mirip dengan Mekah.
Pencarian pun di mulai dan di awali dari Jati Ngaleh kemudian desa Kawengen yang menjadi pusat penyinggahan Mbah Hadi, akan tetapi tidak daerah tersebut yang di maksud oleh petunjuk Allah. Beliau terus mencari dan berjalan kearah utara, akhirnya beliau sampailah di daerah yang dimaksud sebuah hutan berantara yang dikelilingi oleh gunung, yaitu Gunung Ungaran, di sebelah Barat Gunung Slamet di sebelah Selatan Gunung Solo di sebelah Timur dan Bukit Kecil di sebelah Utara yang sekarang menjadi tempat pemakaman Mbah Hasan Muhibat (Mbah Hadi) pada saat beliau wafat disanalah Mbah Hadi memulai membuka pusat pendidikan yang ditandai dengan didirikannya Masjid sebagai tempat syi'ar Islam dan masjid Baitussalam sesuai dengan situs yang tertera di pintu masjid dalam waktu semalam.
Prasasti yang ditulis dengan menggunakan huruf arab pegon dan bahasanya menggunakan bahasa jawa itu berbunyi :
“ Iki pengenget masjid dukuh Girikusumo, tahun ba hijriyah nabi shallallahu alaihi wasallam 1228 wulan rabiul akhir tanggal ping nembelas awit jam songo dalu jam setunggal dalu rampung, yasane Kyai Muhammad Giri ugi saksekabehane wong ahli mukmin kang hadir taqobballahu ta’ala amin”.
Dengan bekal sebauh bangunan masjid yang lokasinya berada dikaki sebuah perbukitan yang rimbun, waktu itu Mbah Hadi oleh Allah SWT, dikaruniai umur yang cukup panjang, sehingga memiliki kesempatan dan waktu yang cukup untuk menyiapkan kader-kader penerus perjuangan yang dirintisnya dikemudian hari, demikian pula denagn anak dan keluarganya Mbah Hadi memiliki perhatian yang sangat besar terutama dalam hal pendidikan.
Perhatian ini dibuktikan dengan memondokkan putra-putranya diberbagai Pondok Pesantren di Jawa Tengah maupun Jawa Timur, yang mampu memunculkan generasi penerus semisal Kyai Sirajuddin dan Kyai Mansur. Yang akhirnya Kyai Sirajuddin sepulang dari Pondok ditunjuk untuk meneruskan program pondok pesantren yang telah dirintis ayahandanya, khususnya santri-santri muda, sementara santri tua/toriqoh tetap dipegang oleh Mbah Hadi. Sementara Kyai Mansur ditugaskan ayahnya untuk meneruskan perjuangannya didaerah Solo, tepatnya di desa Dlanggu Klaten. Namun Kyai Sirajuddin dikaruniai umur yang pendek oleh tuhan sehingga beliau meninggal mendahului ayahandanya.
Beliau memelopori jaringan thariqoh naqsabandiyah yang beliau ambil baiat dari Syeikh Sulaiman Zuhdi Mekkah dan melalui murid-muridnya beliau berhasil mengembangkan sampai jawa tengah yang berjumlah ratusan ribu orang. Setelah itu mbah hadi juga mendirikan pondok pesantren girikusumo
Beliau memelopori jaringan thariqoh naqsabandiyah yang beliau ambil baiat dari Syeikh Sulaiman Zuhdi Mekkah dan melalui murid-muridnya beliau berhasil mengembangkan sampai jawa tengah yang berjumlah ratusan ribu orang. Setelah itu mbah hadi juga mendirikan pondok pesantren girikusumo
Syaikh Muhammad Abdul Hadi Girikusumo, seorang mursyid Thariqah Naqsyabandiyah-Khalidiyah di Girikusumo, Mranggen, Demak.
Silsilah sanad kemursyidan Syekh Muhammad Hadi Bin Muhammad Thohir, dari Syaikh Sulaiman Zuhdi, dari Syaikh Ismail al-Barusi, dari Syaikh Sulaiman al-Quraini, dari Syaikh ad-Dahlawi, dari Syaikh Habibullah, dari Syaikh Nur Muhammad al-Badwani, dari Syaikh Syaifudin, dari Syaikh Muhammad Ma’shum, dari Syaikh Ahmad al-Faruqi, dari Syaikh Ahmad al-Baqi’ Billah, dari Syaikh Muhammad al-Khawaliji, dari Syaikh Darwisy Muhammad, dari Syaikh Muhammad az-Zuhdi, dari Syaikh Ya’kub al-Jarkhi, dari Syaikh Muhammad Bin Alaudin al-Athour, dari Syaikh Muhammad Bahaudin an-Naqsabandy, dari Syaikh Amir Khulal, dari Syaikh Muhammad Baba as-Syamsi, dari Syaikh Ali ar-Rumaitini, dari Syaikh Mahmud al-Injiri Faqhnawi, dari Syaikh Arif Riwikari, dari Syaikh Abdul Kholiq al-Ghajwani, dari Syaikh Yusuf al-Hamadani, dari Syaikh Abi Ali Fadhal, dari Syaikh Abu Hasan al-Kharwani, dari Syaikh Abu Yazid Thaifur al-Busthoni, dari Syaikh Ja’far Shodiq, dari Syaikh Qosim Muhammad, dari Syaikh Sayyid Salman al-Farisi, dari Abu Bakar Ash-Shidiq, dari Nabi Muhammad saw.
Silsilah sanad kemursyidan Syekh Muhammad Hadi Bin Muhammad Thohir, dari Syaikh Sulaiman Zuhdi, dari Syaikh Ismail al-Barusi, dari Syaikh Sulaiman al-Quraini, dari Syaikh ad-Dahlawi, dari Syaikh Habibullah, dari Syaikh Nur Muhammad al-Badwani, dari Syaikh Syaifudin, dari Syaikh Muhammad Ma’shum, dari Syaikh Ahmad al-Faruqi, dari Syaikh Ahmad al-Baqi’ Billah, dari Syaikh Muhammad al-Khawaliji, dari Syaikh Darwisy Muhammad, dari Syaikh Muhammad az-Zuhdi, dari Syaikh Ya’kub al-Jarkhi, dari Syaikh Muhammad Bin Alaudin al-Athour, dari Syaikh Muhammad Bahaudin an-Naqsabandy, dari Syaikh Amir Khulal, dari Syaikh Muhammad Baba as-Syamsi, dari Syaikh Ali ar-Rumaitini, dari Syaikh Mahmud al-Injiri Faqhnawi, dari Syaikh Arif Riwikari, dari Syaikh Abdul Kholiq al-Ghajwani, dari Syaikh Yusuf al-Hamadani, dari Syaikh Abi Ali Fadhal, dari Syaikh Abu Hasan al-Kharwani, dari Syaikh Abu Yazid Thaifur al-Busthoni, dari Syaikh Ja’far Shodiq, dari Syaikh Qosim Muhammad, dari Syaikh Sayyid Salman al-Farisi, dari Abu Bakar Ash-Shidiq, dari Nabi Muhammad saw.
Mbah Hadi mengangkat Mbah Manshur dan Mbah Zahid sebagai mursyid thariqah. Dari Kyai Zahid, thariqah berkembang di Pantai Utara Jawa, diteruskan oleh Kyai Zuhri, dilanjutkan oleh Kyai Munif. Adapun Mbah Manshur menyebarkan thariqah melalui para badal (murid kepercayaan), di antaranya ada yang sudah menjadi mursyid, yaitu Mbah Arwani Amin (Kudus) yang dilanjutkan oleh Kyai Ulinnuha Arwani, Mbah Salman Dahlawi Popongan (Klaten) yang dilanjutkan oleh Gus Multazam, dan Mbah Abdul Mi’raj (Candisari Semarang) yang dilanjutkan oleh Kyai Khalil.
Sumber-sumber Belanda menyebutkan bahwa Syaikh Muhammad Abdul Hadi sebagai sosok religious leader (tokoh agama) yang sangat berpengaruh di Semarang.
Syaikh Muhammad Abdul Hadi adalah putra Thohir bin Shodiq Jago bin Ghozali (Klaten) bin Abu Wasijan (Medono, Pekalongan) bin Abdul Karim (Paesan, Batang) bin Abdurrasyid (Batang) bin Saifudin Tsani (Kyai Ageng Pandanaran II Semarang) bin Saifudin Awwal (Kyai Ageng Pandanaran I, Sunan Tembayat Klaten).
Syaikh Muhammad Abdul Hadi, yang dikenal dengan panggilan Mbah Hadi Girikusumo, memiliki peran besar dalam dakwah Islam, khususnya dalam mengembangkan Thariqah Naqsyabandiyah. Jaringan Thariqah Naqsyabandiyah yang dipelopori oleh Mbah Hadi Girikusumo berkembang sampai se-antero Jawa Tengah dan Yogyakarta melalui para murid spiritualnya, yang jumlahnya lebih dari seratus ribu orang. Mbah Hadi mendirikan pondok pesantren Girikusumo pada tanggal 16 Rabiul Awwal 1288 H atau 1866 M.
Sebelumnya, Mbah Hadi belajar agama dan Thariqah Naqsyabandiyah kepada Syaikh Sulaiman Zuhdi di Makkah al-Mukarramah. Di Girikusumo, Mbah Hadi sering juga dipanggil Mbah Giri, Mbah Hasan Muhibat, dan Kyai Giri.
Girikusumo adalah nama sebuah desa. Giri (bhs. jawa) berarti gunung, dan kusumo (bhs. jawa) berarti bunga. Ponpes Giri didirikan oleh Syaikh Muhammad Hadi pada tahun 1288 H bertepatan dengan tahun 1866 M. Mbah Hadi memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pendidikan dan dakwah Islam. Hal ini dibuktikan dengan mengirim putra-putranya untuk nyantri di luar daerah.
Mbah Hadi mempunyai tiga putra, yaitu; Manshur, Sirajuddin dan Zahid, ketiga putranya tersebut menjadi guru Thariqah Naqsyabandiyah. Mbah Sirajuddin dan Mbah Zahid mengembangkan thariqah di Girikusumo, meneruskan tugas spiritual Mbah Hadi, sedangkan Mbah Manshur mengembangkan thariqah di Karesidenan Surakarta. Selain kedua putranya, tokoh yang memiliki peran besar dalam pengembangan Thariqah Naqsyabandiyah adalah Mbah Arwani Amin Kudus dan Mbah Abdul Mi’raj Candisari Semarang.
Kepemimpinan pesantren di Girikusumo dipegang oleh Mbah Hadi sendiri, sedangkan para santri muda diasuh oleh Mbah Sirajuddin, sedangkan Mbah Manshur ditugaskan ayahnya untuk meneruskan perjuangannya di daerah Karesidenan Surakarta. Akan tetapi, umur Mbah Sirajuddin pendek, dan ia wafat mendahului ayahandanya. Mbah Hadi meninggal dunia pada tahun 1931, dan selanjutnya tugas kepemimpinan pondok pesantren diteruskan oleh putranya, yaitu adik kandung Mbah Sirojuddin, yaitu Mbah Zahid.
Mbah Zahid sebagai generasi kedua hanya memimipin pondok dalam kurun waktu 30 tahun. Tahun 1961 tongkat kepemimpinan pondok diserahkan kepada anak tertuanya kemudian diteruskan oleh KH. Muhammad Zuhri yang oleh para santri dan masyarakat dipanggil dengan sebutan Mbah Muh Giri, karena kondisi kesehatanMbah Zahid semakin menurun dan meninggal dunia pada tahun 1967.
Di bawah kepemimpinan Mbah Muh inilah pondok Giri mulai mencoba untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian dibidang pendidikan santri, penyajian pendidikan yang selama ini berjalan dengan system bandongan dilengkapi dengan system klasikal, sementara system lama tetap berjalan. Kepemimpinan Mbah Muhammad Zuhri berlangsung selama 19 tahun kemudian kepemimpinan Pondok Pesantren diteruskan putranya K.H. Nadhif Zuhri untuk ponpes dan KH Munif Muhammad Zuhri untuk pondok thoriqoh.
Saat ini pondok pesantren diasuh oleh K.H. Munif bin mbah Muhammad Zuhri bin Mbah Zahid bin Mbah Hadi.
Mbah Hadi wafat 12 Rajab , Saat prosesi pemakaman mbah hadi terjadi sebuah fenomena aneh luar biasa, yaitu ada batu besar di calon makam mbah hadi girikusumo konon banyak warga yang berupaya mengangkat batu itu secara bersama-sama bergantian alhasil tidak ada yang mampu mengangkatnya. Akan tetapi, mbah manshur sendiri lah yang sanggup untuk mengangkat dan memindahkan batu tersebut.
Beliau Seorang Wali keturunan Wali yang menurunkan Wali baik dari keturunannya maupun murid-muridnya.
Annallahu yaghfiru lahum wa yarhamuhum wa Yu'lii darojaatihim fil Jannah, wayanfauna bi uluumihim wa anwarihim wa asroorihi fiddini waddunya wal akhiroh, Aamiiin
Mugiho Saget Nderek Depe2 Tabarrukan, Aamiiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar